"Mas, berapa lagi?"
"Berapa apanya?"
"Ya biasanya kalau tanya berapa, apa coba?"
"Lha apa? Anak?"
"Berapa apanya?"
"Ya biasanya kalau tanya berapa, apa coba?"
"Lha apa? Anak?"
"His!"
Pertanyaan ambigu rekan kantor itu akhirnya semakin mbuat kabur. Yah, sebenarnya saya maksud, sih ... Saya biasanya berteriak untuk menyeru menghitung hari gajian, hahaa ...
"27 hari lagi!"
Dengan semangat pagi kicauan harap diudarakan.
"Halah, Ga ... Mending gantiin Mba sini ngitungin duit"
"Ngih ndoro ...."
"Hilih, dimintain tolong kok ngeledek"
"Dari pada ngegelek, wk wk wk ..."
Mba Ani adalah senior saya, Beliau satu-satunya wanita yang menjadi bulan-bulanan curhat para rekan kerja yang umurnya di bawahnya. Ya, walaupun biasanya jika di tempat lain saya menyapa rekan kerja dengan sapaan Pak/Bu, di tempat ini saya merasakan keakraban/kekeluargaan yang begitu kental manis. "Mba/mas" biasa untuk panggilan yang umurnya di atas sampai selisih sekitar 20 tahunan, sedangkan untuk pegawai yang berusia lumayan kami memanggilnya dengan "om" (laki-laki), jika perempuan yang lebih senior, baru dipanggil "bu", pun itu akronim dari "bude" ...
"Ga, itu kenapa?" Sambil pandangannya menunjuk ke arah pergelangan tangan saya.
"Kenapa apanya, mba?
"Itu ... Jam kok dikaretin"
"Jam saya memang karet, mba"
"Maksudnya, itu ... Jam kok dipakein karet gelang"
"Ya, memang jam saya (smartwatch) ini bentuknya gelang, mba"
"Ish!"
Saya memang senang membuat geram ibu-ibu muda, saya memang menggemaskan! Ha ha ha
"Kan semalam gajian?"
"Lha terus?"
"Ya ganti yang baru, napa? Kerja banyak uang kok segitunya"
"Ya kan masih 27 hari lagi, mba" ....
***
Sudah terbiasa serta tertanam sedari kecil untuk tidak terlalu berlebih dalam apapun, apalagi bab printhilan.
Saya terbiasa fungsional jika terkait material , terlebih kalau hanya masalah fashion. Mulai dari kendaraan yang penting bisa jalan, bahkan sepatu yang fungsinya adalah untuk diinjak saja, kalau tak terlalu urgent saya biasanya memesan sepatu kawan yang sudah tidak dipakainya lagi.
"Apakah tidak malu?"
Dengan busung dada saya katakan, "tidak".
Tidak rasa kurang, pun tak perlu berlebih. Cukup PAS. Ya, jalani yang pasti-pasti aja. Ibarat di sekitar adanya karet ya pakai karet aja, toh fungsinya sama buat ngikat. Kecuali kalau ingin terpandang terus, kudu sempurna, ini ... Itu ... Semua harus terlihat WAH. Memaksa biar terlihat luks.
***
Konsep "narima ing pandum" adalah cara untuk bersyukur yang kafah. Hal tersebut tidak secara mentah-mentah diartikan sebagai keadaan berpasrah yang tidak berdaya, tapi menurut saya itu adalah jalan zuhud yang hakiki.
Saya yakin Tuhan pun tak begitu setuju jika makhluknya berebihan dalam suatu hal.
Bahkan pernah dengar tidak? Kalau nyamuk yang menikmati darah kita, pun saking asyiknya ia menyedot demi memenuhi nafsunya bisa seketika mati karena perutnya tak mampu menampung darah yang berlebih dan berakibat perutnya meletus.
Atau bisa dicontohkan lagi begini,
Anda sedang dalam kondisi butuh uang, lalu mencoba meminjam ke kawan dengan nominal tertentu. Eh, tetapi kawan anda hanya memiliki kurang dari jumlah uang yang diharapkan.
Anda sedang dalam kondisi butuh uang, lalu mencoba meminjam ke kawan dengan nominal tertentu. Eh, tetapi kawan anda hanya memiliki kurang dari jumlah uang yang diharapkan.
Jika anda orang yang tidak bersyukur, mungkin anda akan mengeluh, "ah, bilangnya ada, kok cuma sedikit sekali" lalu anda tidak menerimanya dengan kondisi tetap tangan kosong serta kawan anda yang mungkin ngedumel "sudah usaha dibantu, masih saja protes, saya gak akan bantu lagi kalau begitu"
Tapi sebaliknya. Jika anda orang yang bersyukur, mungkin anda menerimanya walau seadanya dan mengucapkan terima kasih yang mendalam, atau bisa dengan rencana mungkin meminjam kawan yang lain lagi tanpa harus menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Pun mungkin juga kawan anda tadi akan berusaha memberikan jalan keluar terbaik dengan cara yang tak disangka-sangka.
Tuhan akan begitu sayang kepada hambanya yang bersyukur dengan apa yang ada, dan janjiNya yakni akan melipatgandakan hasil dari rasa syukur itu dengan nikmat yang melimpah.
Semoga.